Bisakah MPR Lakukan Impeachment?

Admins     16.00  No comments

Koalisi Merah Putih (KMP) melengkapi kemenangannya di parlemen dalam pemilihan Pimpinan MPR, Rabu, 8 Oktober 2014 dini hari yang dimenangkan paket bentukan koalisi ini.

Kemenangan paket Pimpinan MPR yang didorong Koalisi Merah Putih (KMP) menambah deretan kesuksesan koalisi ini di parlemen. Mulai saat koalisi ini digagas jelang Pilpres dengan mengesahkan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), Tatib DPR, UU Pilkada, paket pimpinan DPR dan yang terbaru paket Pimpinan MPR.

Kemenangan demi kemenangan yang dipetik koalisi ini mau tidak mau dikaitkan dengan pemerintahan Jokowi-JK yang resmi bakal dimulai pada 20 Oktober 2014 mendatang. Pada titik ekstrem, kemenangan KMP di parlemen tidak jarang dimaknai sebagai upaya penjegalan kepada pemerintahan Jokowi-JK, benarkah demikian?

Pemikir Hukum Ketatanegaraan Universitas Indonesia (UI) AB Kusuma menilai anggapan tentang dominasi Koalisi Merah Putih di Parlemen bakal menyulitkan pemerintahan Jokowi merupakan hal yang tidak tepat.

"Anggapan itu salah. Apalagi perbandingan pemilihan paket Pimpinan MPR hanya 17 suara, kalau mau impeach Presiden, butuh 75 persen," ujar AB Kusuma, di Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2014.

Kendati demikian, AB menuturkan sistem presidensial yang dianut di Indonesia melalui amandemen UUD 1945, sedikit banyak meniru sistem presidensialisme di Amerika. Namun tidak berlaku jika terjadi kebuntuan politik antara eksekutif dan legislatif. "Di Indonesia tidak ada sistem yang mengatur di saat terjadi gridlock (kemacetan) atau terjadinya divided government (pemerintahan yang terbelah)," urai AB Kusuma.

Padahal, kata AB Kusuma, sistem presidensial yang diterapkan di Amerika berhasil dikarenakan memiliki mekanisme pemecahan kebuntuan dengan adanya veto presiden dan sistem " two third rule" (2/3). Menurut AB Kusuma, presidensial di Amerika tidak mengenal suara 50+1. "Namun Presiden itu pemimpin cabang kekuasaan. Dia punya hak veto dan kekuasannya itu baru bisa diveto kalau 2/3 (two third rule) dari anggota kongres (mengajukan keberatan). Jadi kekuasaan presiden jauh lebih besar dari 50+1," papar AB Kusuma.

Terkait masa depan pemerintahan Jokowi dengan komposisi parlemen dikuasai KMP, AB Kusuma menyebutkan jika menerapkan sistem presidensial, maka DPR tidak bisa menjegal Jokowi hanya bermodalkan suara 50+1 lantaran baik presiden dan DPR sama-sama mendapat mandat yang sama dari rakyat.

"Jadi, agar kekuasaan presiden juga besar, kita kembali pada sistem semi presidensialisme. Jika terjadi kebuntuan, kembalikan kepada rakyat dengan cara referendum seperti di Prancis," saran AB Kusuma.

Dominasi KMP tak hanya di pusaran Pemimpin parlemen (baik DPR maupun MPR). KMP juga diyakini akan menyapu bersih pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

,

0 komentar :

Recent Post

Proudly Powered by Blogger.