Apa Beda Kasus Korupsi Simulator SIM dan Kasus Korupsi Bus Tranjakarta?

Admin     08.16  No comments

Mantan Waka Korlantas, Brigjen Didik Purnomo diperiksa KPK terkait kasus pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri.

Usai diperiksa, Didik bungkam. Didik diperiksa oleh penyidik KPK sekira 5 jam di KPK, Jakarta, Senin, 22 September 2014.

Didik diam ketika para wartawan mengerumuni dan mengajukan pertanyaan. Didik langsung pergi meninggalkan KPK menggunakan mobil Kijang Inova.

Sebelumnya, Didik disebut menerima Rp50 juta dari pengusaha Budi Susanto untuk memuluskan PT CMMA sebagai pelaksana proyek simulator. Didik adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek ini.

Terpidana kasus korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo, menuding Brigjen Didik Purnomo. Djoko berpendapat, tugasnya sebagai Kakorlantas hanya melakukan pengesahan setelah semua hal dicek oleh Didik.

"Di Korlantas itu masing-masing subdit secara mekanisme prosedur selalu lewat Wakakorlantas atau PPK, untuk dikoreksi sebelum ditandatangani Kakor," kata Djoko Susilo.

Djoko juga mengatakan Didik mengetahui perencanaan proyek karena mendapatkan laporan dari bagian Perencanaan dan Administrasi (Renmin). Begitu juga dengan penandatanganan Surat Keputusan terkait proyek Simulator pada 2011.

"Perencanaan itu melalui proses Renmin. SK PPK kepada Pokja maupun penguji semua melalui Waka Korlantas. Baru saya tanda tangan. Otomatis saksi tahu SK itu," ujar Djoko.

--------

Berkebalikan dengan kasus Djoko Susilo, dalam kasus pengadaan Bus Transjakarta, dengan tersangka Udar Pristono sebagai KPA, justru terjerat dan ditahan pihak Kejaksaan Agung.

Padahal menurut UU pemerintah daerah, penanggung jawab tertinggi anggaran adalah kepala daerah dalam melaksanakan sebuah proyek.

Menyitir pernyataan kuasa hukum Udar, Razman Arif, SH, proyek pengadaan dan peremajaan bus Tranjakarta, berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), melalui surat keputusan Gubernur Jokowi untuk pengadaan barang dan jasa. Termasuk di dalamnya pengadaan bus Transjakarta dengan spesifikasi yang sudah ditentukan.

"Nah untuk laksanakan itu, diperlukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ini hal teknis yang tidak ada hubungannya dengan Udar selaku kuasa pengguna anggaran (KPA)," beber Razman Arif dalam konferensi pers, Senin, 2 Juni 2014.

------

Jadi, bila Brigjen Didik hanya diperiksa sebagai saksi, mengapa Udar harus ditahan?

Bila Djoko Suyanto ditahan dalam kasus Simulator SIM, mengapa Jokowi bisa bebas berkeliaran, bahkan jadi Presiden terpilih?

Benarkah hukum di Indonesia dibuat dan dilaksanakan untuk menyelamatkan kepentingan penguasa saja? (fs)

,

0 komentar :

Recent Post

Proudly Powered by Blogger.