Bisakah seseorang yang bukan pekerja/buruh menjadi anggota atau pemimpin Serikat Pekerja/Buruh...?

Admins     20.30  No comments

Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang bisa atau tidaknya seseorang yang bukan pekerja/buruh untuk menjadi anggota atau pemimpin Serikat Pekerja/Buruh maka harus dilihat batasan istilah pekerja/buruh dan Serikat Pekerja/Buruh dalam peraturan perundang-undangan kita.

Batasan istilah buruh/pekerja diatur secara jelas dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
”Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”

Selanjutnya batasan istilah Serikat Pekerja/Buruh diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Serikat Pekerja/Buruh:
 ” Serikat Pekerja/Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk  pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung-jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”

Dari kedua pasal diatas kita mendapat pengertian yang limitatif sebagai berikut ”Bahwa Serikat Pekerja/Buruh dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh dan pekerja/buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” 

Dengan demikian tertutup kemungkinan bagi seseorang yang bukan pekerja/buruh untuk menjadi anggota atau bahkan menjadi pemimpin Serikat Pekerja/Buruh

Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dijelaskan bahwa Serikat Pekerja/Buruh mempunyai fungsi :” Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya”

Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) huruf f Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dijelaskan bahwa Serikat Pekerja/Buruh mempunyai fungsi :”Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan”.

Pengertian ”wakil” dalam dua pasal di atas seseorang atau kelompok yang bertindak atasnama kelompok yang lebih besar. Karena tidaklah mungkin seluruh buruh terlibat dalam lembaga kerja sama dan tidak mungkin seluruh pekerja/buruh terlibat dalam perundinganmemperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.
 
Kedua pasal tersebut memberi batasan limitatif bahwa wakil pekerja adalah orang yang juga pekerja/buruh. Pengertian ”wakil” dalam pasal di atas bukanlah sekedar sebagai ”orang yang dikuasakan untuk menggantikan orang lain”. Karena pengertian wakil ”orang yang dikuasakan untuk menggantikan orang lain” secara terbatas hanya dikenal dalam profesi Advokat yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. (MBI)

, , , , ,

0 komentar :

Recent Post

Proudly Powered by Blogger.