Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan
(Kontras) menyayangkan presiden terpilih, Joko Widodo, yang mengangkat
mantan kepala BIN, Letjen (Pur) AM Hendropriyono, sebagai penasihat tim
transisi. Hal ini dinilai sebagai pengabaian terhadap semangat
penegakkan HAM dalam pemerintahan yang baru akan dibangun.
Koordinator Kontras, Haris Azhar, menyatakan hal ini
sebagai keprihatinan akan tindakan Joko Widodo setelah ketetapan KPU.
"Joko Widodo sepatutnya paham dengan sejumlah kejahatan kemanusiaan di
Indonesia dimana salah kasusnya adalah Talangsari 1989 atau pelakunya
adalah Hendropriyono," imbuh Haris, kepada Republika, Ahad (10/8).
Menurutnya, Hendro adalah orang yang bertanggungjawab dalam
pembantaian Talangsari. Demikian pula dengan kasus pembunuhan Munir
yang dilakukan oleh agen BIN saat masa Hendropriyono. Sepatutnya, Joko
Widodo menyusun agenda transisi salah satunya soal penanganan keadilan
bagi korban - korban pelanggaran HAM, bukan bersiasat kuasa dengan
pelaku pelanggar HAM.
Pihaknya juga mempertanyakan apa agenda transisi antara SBY
dengan Joko Widodo. "Apa yang dijadikan agenda transisi? Apa ukuran dan
cara penyusunan prioritasnya? Kenapa RPJM dijadikan rujukan? Lalu apa
pentingnya Hendro ada dalam tim tersebut?" tanya Haris.
Agenda kerja antara Presiden SBY dengan pihak Joko Widodo
diduganya hanya upaya perluasan kuasa baik dari pihak Joko Widodo maupun
SBY. Jokowi butuh kekuatan lebih dari SBY untuk hadapi oposisi dan SBY
sendiri melihat peluang masuk dalam pemerintahan dari Joko. "Hendro saya
duga sebagai penghubung komunikasi antara Joko dan SBY. Pantas saja
kasus Munir dan Talangsari tidak ada progres," imbuhnya.
0 komentar :