Berbagi itu seperti coklat. Manis, lezat, dan menenangkan. Merubah bad mood menjadi good mood. Mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan, seperti coklat yang melelehkan kejenuhan dan kegalauan.
“Iya kalau kita lagi banyak rezeki. Kalau lagi ‘bokek’? Apa yang mau kita bagi? Cukupin dulu kebutuhan pribadi.”
Ah,
siapa bilang? Tak ada aturan seperti itu. Berbagi ya berbagi saja. Tak
perlu menunggu sekaya Abu Bakar, atau sekaya Abdurahman bin Auf. Berbagi
dalam bentuk apapun, kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun,
akan menghadirkan sensasi yang berbeda pada diri kita.
Diriwayatkan
dari Adi bin Hatim r.a, ia berkata: Rasulullah shalallahu‘alaihi wa
sallam pernah menyebutkan api neraka, lalu beliau berpaling, kemudian
beliau bersabda, “Hindarilah api neraka!” Lalu beliau berpaling lagi,
sehingga kami mengira bahwa beliau seolah-olah melihat api neraka itu.
Lalu beliau bersabda lagi, “Hindarilah api neraka, meskipun hanya dengan
menyedekahkan satu belah butir kurma. Barangsiapa tidak bisa itu, maka
dengan kalimah thayyibah (ucapan/tutur kata yang baik).” (Al Bukhari, no.1413)
Suatu
ketika seorang teman saya sedang dirundung masalah. Di perjalanan
sepulang kuliah, ia bertemu seorang pengemis tua. Hatinya terketuk,
namun na’as hanya tersisa Rp 500 di dalam tasnya. Ia pun memberikan satu
keping uang yang ia miliki tersebut. Berbagi memang selezat coklat.
Katanya, “Andaikan aku punya lebih dari itu.” Senyum dari pengemis tua
seolah memberikan setetes kesejukan dalam kalbunya. Sebab, sekeping Rp
500 dapat membuat orang lain tersenyum.
Senyummu pun adalah
sedekah. Apapun itu, uang, senyum, ilmu, atau benda yang dapat
memberikan manfaat bagi orang lain. Berbagi tak pernah rugi. Sebab,
Allah melihat setiap inci kebaikan yang kita lakukan. Sekalipun sebesar zarrah.
Wallahua’lam bisshowwab.
0 komentar :