TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal calon
Presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo,
ditantang keberaniannya untuk menghapus sistem alih daya (outsourcing)
peninggalan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam UU nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pengamat politik dari
Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, mengatakan penghapusan sistem
outsourcing merupakan bagian dari konsistensi dan komitmen seorang
capres dalam memperjuangkan nasib buruh. Menurutnya memperjuangkan nasib
buruh tak cukup hanya mendatangi rumah buruh yang sakit, seperti yang
baru saja dilakukan Jokowi pada saat hari buruh.
"Bagaimana pun,
melayani itu bukan mendatangi rumah buruh. Melayani itu melakukan
kebijakan yang memihak buruh. Harus berani mengungkapkan visi misinya
akan memihak buruh dengan menghapus outsourcing. Buruh minta hapus
outsourcing, itu manusiawi," papar Herdi saat dikonfirmasi, Kamis
(1/5/2014).
Herdi mengingatkan jika Jokowi tidak berani menjamin
akan menghapus sistem outsourcing, maka bisa dipersepsikan Jokowi tidak
memihak buruh. Menurutnya hal itu akan berdampak pada perolehan suara
Jokowi dari kaum buruh.
"Berarti Jokowi tidak memihak buruh (kalau
tidak berani hapus outsourcing). Kalau ragu-ragu, Jokowi akan
ditinggalkan buruh dan suaranya makin tergerus. Kalau ragu-ragu, buruh
juga akan ragu-ragu pilih dia," tuturnya.
"Masalah yang harus
dihadapi Jokowi, dia harus berani bersumpah kalau dia terpilih akan
hapus outsourcing dengan UU baru yang lebih adil dan memihak kepentingan
buruh," tambahnya.
Sebelumnya siang tadi sekitar pukul 12.20 WIB,
Jokowi bersama politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka menjenguk dua orang
buruh yang tengah sakit di kawasan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta
Utara.
Jokowi juga mengatakan sebaiknya para buruh saling
membantu sesama dengan cara urunan membeli kebutuhan yang paling
diperlukan, misalnya ambulans untuk membantu rekan buruh yang sakit.
Sumber: Tribunnews
0 komentar :