Dampak Sistem Outsourcing bagi Buruh

Admins     10.32  1 comment


Berdasarkan hasil penelitian PPM (Riset Managemen: 2008) terhadap 44 perusahaan dari berbagai industri, menunjukkan bahwa terdapat 73% perusahaan di Indonesia menggunakan tenaga Outsourcing. Hal ini menunjukkan Outsourcing di Indonesia begitu pesat dibanding jaman sebelum UU No. 13/2003 hadir.

Hampir seluruh industri baik kecil maupun skala besar yang dimiliki oleh para KAPITALIS melakukan praktek Outsourcing. Ada beberapa alasan industri melakukan Outsourcing, yaitu: (http://www.slideshare.net/CiciCweety/ousourcing-11107505),

  1. Effisiensi kerja, dimana perusahaan produksi dapat melimpahkan kerja-kerja operasional kepada perusahaan outsourcing
  2. Resiko operasional perusahaan dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemanfaatan faktor produksi bisa dimaksimalkan dengan menekan resiko sekecil mungkin
  3. Sumber daya perusahaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih fokus dalam meningkatkan produksi
  4. Mengurangi biaya pengeluaran (capital expenditure) karena dana yang sebelumnya untuk investasi dapat digunakan untuk biaya operasional
  5. Perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja yang terampil dan murah
  6. Mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih baik.

Sedangkan bagi buruh sendiri, dengan realita praktek Outsourcing yang saat ini meluas yakni begitu banyaknya praktek outsourcing manusia, yaitu penyaluran tenaga kerja dari perusahaan penyalur kepada perusahaan pengguna untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Dalam model kerja outsourcing, menjadikan buruh tidak mempunyai KEJELASAN DALAM HUBUNGAN KERJA, berimbas pada TIDAK JELAS-nya POSISI buruh bagaimana mereka menuntut hak-haknya.

Buruh yang bekerja dalam sistem kerja outsourcing dipaksa bekerja dalam kondisi jam kerja yang padat, upah yang tidak seimbang dengan beban kerja karena upahnya DIPOTONG oleh perusahaan pengerah tenaga kerja, DISKRIMINASI HAK dibanding pekerja dengan status kontrak dan tetap (misalnya, buruh outsourcing tidak mendapat jatah makan, transport tidak ada, perhitungan lembur yang tidak sesuai UU, dll), serta tidak adanya kesempatan untuk bergabung dalam organisasi buruh karena masa kontrak yang relatif singkat serta TIDAK DITERIMA oleh organisasi buruh yang ada dengan alasan bukan merupakan karyawan perusahaan dimana organisasi itu berada tapi merupakan karyawan perusahaan pengerah tenaga kerja. Pelanggaran terhadap perjanjian akan langsung berakibat pada pemberhentian secara langsung oleh managemen perusahaan outsourcing dan digantikan oleh tenaga-tenaga outsourcing lainnya sebagai "tentara-tentara" cadangan yang siap menggantikan kapan saja.

Sistem outsourcing mengakibatkan buruh benar-benar berada pada titik kulminasi, tidak mampu berbuat apapun demikian juga untuk membela hak-haknya. Dalam sistem outsourcing, buruh outsourcing sangat rentan dengan eksploitasi secara besar-besaran oleh pemilik modal atau kapitalis bahkan oleh sesama buruh sendiri yang berstatus kontrak dan tetap. Dengan sistem tersebut, di satu sisi tenaga kerja (buruh) terpaksa harus tunduk dengan perusahaan penyalur, disisi lain harus tunduk juga pada perusahaan tempat ia bekerja.

Kesepakatan mengenai upah pun ditentukan oleh perusahaan penyalur, bukan perusahaan pengguna jasa tenaga kerja. Oleh sebab itu, buruh tidak dapat menuntut pada perusahaan tempat ia bekerja. Sementara itu, di perusahaan pengguna, buruh dipaksa untuk mengikuti ketentuan yang terdapat di perusahaan tersebut, seperti ketentuan jam kerja, target produksi, peraturan kerja dan lain-lain. Sistem outsourcing menghasilkan hubungan sebab akibat antara pekerja dan perusahaan tempat ia bekerja tidak mempunyai hubungan kerja secara langsung, hal ini dapat dilihat dari para pihak dalam perjanjian kerja pada sistem outsourcing adalah buruh dan perusahaan penyalur (kebanyakan tidak ada perjanjian kerja), bukan dengan perusahaan pengguna.Seandainya perusahaan tersebut menghasilkan keuntungan besar, maka buruh outsourcing tersebut tidak akan mendapatkan bagian atas keuntungan perusahaan tersebut, sedangkan di sisi lain, tenaga, keringat serta waktunya telah DIHISAP oleh perusahaan pengguna dan perusahaan penyalur tersebut. Bahkan juga tidak sedikit buruh outsourcing yang mendapatkan THR tidak sebagaimana mestinya karena jatah THR dari perusahaan pengguna DIPOTONG atau bahkan TIDAK DIBERIKAN oleh perusahaan penyalur tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya sistem outsourcing akan berdampak pada pelanggaran terhadap Konstitusi Negara Republik Indonesia khususnya pasal 28D ayat (2), yang menyatakan: "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja." Semakin menjamurnya praktek sistem kerja outsourcing menunjukkan bahwa telah munculnya SISTEM PERBUDAKAN JAMAN MODERN yang habis menyerap tenaga buruh namun tidak memberikan imbalan yang setimpal. (masbroicong)

, , , , , ,

1 komentar :

  1. kalo ga mau jadi outsourcing ya jangan ngelamar ke perusahaan outsourcing dong...gitu aja koq repot?

    BalasHapus

Recent Post

Proudly Powered by Blogger.