INILAH.COM, Jakarta - Sidang perdana Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 Rabu (6/8/2014) resmi digelar di
Mahkamah Konstitusi (MK). Proses hukum ini harus dimaknai sebagai upaya
demi tegaknya demokrasi substansil di Indonesia.
Capres
Prabowo Subianto dalam sidang perdana PHPU di Gedung MK, berkesempatan
memberikan pernyataan secara terbuka. Ia menyoroti proses Pilpres 2014
yang dianggap tidak adil. Secara lugas, Prabowo menyebutan pihaknya
tersakiti dengan proses Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
"Kami
merasa sangat-sangat tersakiti dengan praktik-praktik penyimpangan,
ketidakjujuran, dan ketidakadilan yang telah diperlihatkan oleh
penyelenggara Pemilu," kata Prabowo di persidangan perdana PHPU di
Gedung MK, Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Dalam kesempatan tersebut,
Prabowo menegaskan upaya hukum yang dilakukan pihaknya sebagai upaya
konstitusional demi mencari keadilan dalam proses Pilpres yang dianggap
dilakukan secara curang. Ia menegaskan masa depan Indoensia ditentukan
dalam sidang PHPU di MK tersebut.
Prabowo juga menceritakan contoh
pelaksanaan pemilu yang curang. Ia menyebutkan soal kisah seorang ibu
yang tidak diperkenankan masuk Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pelarangan
tersebut, kata Prabowo, lantaran sang Ibu pendukung capres nomor urut
satu.
Dihubungi terpisah, pengamat hukum tata negara Irman
Putrasidin mewanti-wanti agar MK dalam menyidangkan dan mengambil
keputusan dalam perkara sengketa Pilpres 2014 tidak di bawah tekanan.
"Karena saya melihat saat ini seolah-olah muncul teror, kalau permohonan
dikabulkan maka MK bermain," kata Irman kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Menurut
dia, jangan sampai hakim MK ditekan oleh publik melalui opini publik.
Irman menegaskan konstitusi bertugas memberikan cahaya di tengah
kegelapan. "Dan harus diingat, konstitusi tidak terjebak pada
kalkulator. Karena sengketa Pilpres bukan kalkulator tetapi penegakan
konstitusi. MK bukan Mahkamah Kalkulator," tegas Irman.
Lebih
lanjut Irman mengingatkan keberadaan konstitusi dibutuhkan untuk
mendesain proses demokrasi di antaranya melalui proses persidangan di MK
terkait dengan sengketa Pilpres. Ia mengatakan selisih pasangan
Jokowi-JK dengan Prabowo-Hatta sebesar 8 juta suara tidak menjadi
jebakan bagi penegakan konstitusi. "Jadi konstitusi jangan dijebak
dengan angka 8 juta suara," tegas Irman.
Langkah hukum
Prabowo-Hatta menjadi bagian tak terpisahkan dari proses Pemilu Presiden
2014. Langkah konstitusional ini menjadi preseden positif demi tegaknya
konstitusi di Indonesia. Kedaulatan rakyat menjadi esensi dari
demokrasi. Mengggugat hasil Pilpres secara hukum tentu menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari sistem demokrasi konstitusional. [mdr]
0 komentar :