BURUH Indonesia kembali menyuarakan tuntutan agar pemerintah
menghapuskan sistem kerja outsourcing, serta perbaikan kesejahteraan.
Desakan itu disuarakan di berbagai kota, termasuk ribuan buruh yang
turun ke jalan di Ibu Kota (Jakarta). Unjuk rasa yang menempuh rute
Bundaran HI-Istana Negara-Kementerian Perekonomian-Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi tersebut cukup menimbulkan kemacetan di Jakarta.
Menyikapi tuntutan, pemerintah kembali menebar janji akan menghapus
sistem outsourcing, sistem yang selama ini menempatkan buruh pada posisi
sangat tidak menguntungkan, karena sewaktu-waktu bisa diberhentikan dan
tanpa menerima hak yang jelas dan upah jauh dari layak. Setidaknya
begitu disampaikan Menakertrans Muhaimin Iskandar kepada pers, di kantor
DPP PKB, Jakarta, kemarin.
Namun apakah janji akan Segera menjadi kenyataan? Wallahualam.
Allah-lah Yang Maha Tahu. Tetapi yang pasti, janji-janji akan memenuhi
tuntutan buruh tersebut bukan yang pertama, tapi telah berulang kali,
termasuk lewat Menakertrans Muhaimin. Hampir setiap terjadi aksi buruh
secara besar-besaran, janji serupa terlontar dari pemerintah. Namun
kenyataannya belum pernah dipenuhi.
Pemerintah terkesan memihak kepada pengusaha, tak jarang dengan alasan
beban pengusaha sudah berat. Sementara di pihak buruh, akibat sistem
kerja kontrak membuat kehidupan mereka beserta keluarga tidak pasti.
Buruh begitu mudah diberhentikan apabila masa kontrak berakhir. Tak
jarang, karena menuntut kenaikan upah, mereka dengan mudahnya
disingkirkan.
Lagi pula, untuk menghapus sistem outsourcing bukan semudah apa yang
diucapkan, karena berkaitan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang dalam salah satu pasalnya masih
membolehkan adanya sistem itu. Nah ,untuk menghapuskan sistem tersebut,
maka UU-nya harus direvisi. Nyatanya hingga saat ini janji-janji yang
pernah dikatakan tidak pernah ditindaklanjuti dengan upaya merevisi
undang-undang yang ada.
Bagaimana buruh memiliki masa depan yang diharapkan, memiliki kerja
tetap dan upah yang pasti, jika pemerintah tak berupaya membicarakan
Undang-Undang Ketenagakerjaan itu dengan DPR. Kita berharap ada
inisiatif dari DPR membicarakan dan mencarikan jalan keluar bagi para
buruh, yakni perubahan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Itu
merupakan salah satu jalan bagi DPR membuktikan bahwa mereka adalah
wakil rakyat. Presiden SBY dan jajaran menterinya dan para petinggi di
DPR harusnya memperlihatkan kepedulian.
Ingat, ketidakpastian masa depan buruh akibat sistem yang diterapkan
bukan hanya menyangkut puluhan ribu buruh saja, melainkan juga berkaitan
dengan banyak jiwa. Tidak sedikit buruh harus menanggung kebutuhan
hidup orangtua, mertua, di samping anggota keluarganya sendiri. Dapat
dibayangkan bagaimana menyedihkannya nasib para buruh jika tiba-tiba
harus kehilangan pendapatan tetap karena alasan masa kontrak berakhir.
Karena itu, penghapusan sistem kerja outsourcing sangat mendesak untuk
dibahas. Pemerintah dan DPR diminta harus membuktikan kepedulian.
Sumber: Suara Karya Online, 13 Juli 2012
0 komentar :